Senin, 21 Desember 2015

Dari Buku ke Buku

Masih lekat dalam ingatan sy sebuah drama hidup di tahun 2008 ketika membeli novel Ketika Cinta Bertasbih. Sy membelinya di Islamic Bookfair di perpustakaan Kota Malang. Sejujurnya, saat itu adalah tragedi yg dilematis. Bagaiamana tidak, sebagai mahasiswa yg jatah bulanannya hanya cukup utk biaya kos, makan 2x sehari (jika sekali makan 6 rb) dan kebutuhan kuliah saja, hanya mampu membeli buku 3 bulan sekali (itupun dengn kondisi yg sangat terpaksa). Namun karena ketidakberdayaan sy menghadapi diskon buku2 yg hanya diselenggarakan 2x dalam setahun di Malang, ditambah lagi sy telah membeli buku lain, maka jadilah sy "terpaksa" membeli KCB 1, dan menargetkan bulan depan utk KCB2. Godaan diskon yg lebih besar dr pada di toko buku yg ada di Malang, menjadi tambahan rayuan untuk menggugurkan keimanan sy (pengiritan). Dan setelah itu sy berjanji tak akan membeli apapun selain utk makan.

Membeli buku kang Abik ini juga bukan cuma karena diskonnya, tapi sy yakin bahwa beliau tidak akan membuat sy menyesal telah merogoh kocek sangat dalam. Pengalaman dari membaca Ayat2 Cinta dan Pudarnya Pesona Cleopatra, saya jadi ketagihan dengan karya2 beliau. Benar saja, setelah merampungkan tugas kuliah, sy mulai membuka segel buku tersebut. Halaman demi halaman sy nikmati, dan tak terasa sudah lebih dari separuh saya membaca dan kalenderpun sudah berganti hari. Tapi rasa penasaran tak mampu sy redam dan mata masih sangat bersemangat utk menuntaskan bacaan. Ironisnya, kalo baca buku kuliah, g nyampe 15 menit pasti sy sudah mengantuk.

Walhasil, sy mampu melumat buka itu dalam waktu semalaman. Betapa kecewanya sy dengan ending KCB1. Ceritanya sangat membuat pembaca penasaran. Lagi2 sy tidak kuat iman. Sorenya sepulang kuliah, sy langsung menuju puskot utk membeli KCB2. Tentu saja dompet sy berteriak penuh histeris karena isinya tinggal 20 ribu sementara awal bulan masih 10 hari lagi. Jangan tanya bagaiaman cara sy menyambung hidup di bulan itu (aib). Utk masih ada teman yg iba melihat muka melas sy, sehingga tak perlu banyak merayu untuk mendapat pinjaman 😁.

Ya sudahlah, nasi telah menjadi bubur. Ending KCB2 juga tidak memuaskan sy, ceritanya masih menggantung. Sy lupa, entah di akhir buku itu ada note atau sy baca diinternet bahwa Kang Abik akan melanjutkan KCB2 dgn judul "Dari Sujud ke Sujud". Dua tiga bulan sy menunggu release nya buku itu, tapi tak kunjung jua terlihat batang hidungnya. Setahun pun berlalu, tetap saja tak ada kabarnya, hingga sy lelah menunggu dan akhirnya lupa akan janji si Akang.

Daaaan, di penghujung 2015 terbitlah Ayat2 Cinta 2. Sebelumnya sy sudah membuat daftar buku yg akan sy beli tentunya dengan skala prioritas. Namun, testimoni seorang sahabat di FB yg juga penulis mampu membuat sy merubah no urut daftar buku sy. Besoknya, sy langsung menyerbu Toga Mas (Alhamdulillah di denpasar ada toko buku itu yg sangat mengerti kondisi kantong sy. I love you Toga Mas). Yeay, sy dapat diskon 10% dari harga asli.

Ceritanya, ibu sy memberi uang 100rb utk beli buku (maklum, saat ini status sy adalah PengACara). Ibu sy tidak sanggup melihat wajah sy setiap kali bahan bacaan sy habis (g tahan lihat muka jelek sy yg sering manyun). Biar sy tetap semngat ngantri di rumah sakit, jadilah ibu menyogok sy dengn menyuruh beli buku. Ibu mensyartkan bahwa buku yg sy beli tidak boleh cepat2 selse. Padahal baru 2 minggu yg lalu sy beli ghazi 2 dan 3 dan tamat kurang dari 1 minggu. Buku itu hanya dibaca ketika sy ngantri di loket RS. Tapi apalah daya saya, kang Abik terlalu hebat untuk dikalahkan kepiawaian beliau dalam merangkai kata2.. Sy sudah mengurangi kecepatan sy, tapi tetaplah sy tidak sanggup menaklukkan rasa penasaran. Akhirnya, buku itu ludes dalam waktu 3 malam. Dan endingnya memuaskan. Tidak membuat sy penasaran. Congrats kang Abik👏👏👏. Di akhir buku tersebut tertulis bahwa saat ini beliau sedang berusaha merampungkan 3 bukunya. Dan ternytaaaaa, "Dari Sujud ke Sujud" adalah satu dari buku itu. Hahaha, setelah 7 tahun lebih sy menyelesaikan KCB2, dari yg sangat antusias hingga tak ingat lagi, akhirnya nama buku itu tersebutlah. Pertanyaannya, berapa lama lagi sy harus menunggu kaaaang??😢😢.

Selasa, 01 Desember 2015

Sedih sekali membaca opini2 negatif tentang penemuan pak Warsito. Beliau anak bangsa yang memiliki cita2 luar biasa.."mengharumkan nama bangsa di mata dunia" melalui aksi nyata beliau mampu membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia tidak kalah dengn negara2 lainnya. Penemuan beliau yg sudah diaplikasikan di jepang, NASA, dan Rusia malah mendapatkan kontra di negeri sendiri.

Beliau memang bukan ahli kesehatan, maka dari itu beliau menggandeng universitas ternama tanah air utk menunjukkan bahwa alat beliau layak. Beliau juga senantiasa mengundang ahli medis utk pembuktian. Namun sayangnya sy belum sempat menghadiri seminar beliau karena maslah jarak.

Memang, untuk bisa mendapat pengakuan medis harus melewati rangkaian yg sangat panjang karena terkait nyawa manusia. Bukan seperti penelitian kimia yg tdk diwajibkan menggunakan uji statistik. Dan kepada pasien juga beliau menjelaskan bahwa metode tersebut belum mendapatkan pengesahan dari pihak kesehatan. Dan Beliau juga menjelaskan bahwa tidak semua pasien sembuh dengan alat terapi tersebut. Tapi beliau mampu menunjukkan angka keberhasilan lebih tinggi dari failurnya. Jika tidak yakin dengn pendapat sy, silahkan kawan2 berkunjung ke komplek ruko di alam sutra Jakarta dan tanyakan langsung di sana.

Jenis kanker ada lebih dari 200. Untuk breast cancer saja penanganannya jarang sekali ada yang sama. Dari metode kemoterapi yg diberikan kepada pasien pun berbeda-beda. Banyak pasien yg sembuh, banyak pula yang gagal. Kondisi fisik tiap orang berbeda sehingga penyerapan obatpun berbeda. Ada tubuh yg tidak sanggup melawan kerasnya kemoterapi sehingga menimbulkan berbagai efek samping. Yang paling ringan adalah mual2 dan bisa juga menyebabkan kematian. Namun, apakah dokter disalahkan? Tentu saja tidak. Dokter hanya memberikan yg terbaik utk pasiennya tanpa mampu membrikan kepastian kepada pasien bahwa langkah yg diambil pasti akan berhasil.

Begitu pula dengan pak Warsito. Alat beliau hadir dengan penawarn yang relatif ringan efeksampinya dibandingkan denga kemoterapi. Bukan hanya itu, bahkan harga yang diberikan pun jauh lebih murah karena pasien bisa memiliki alatnya dan konsultasi dengan paramedis di kantor beliau. Namun sekali lagi, beliau hanya menawarkan alternatif yg mana segala keputusan ada di tangan pasien.

Lantas bagaiamana dengan sikap kita? Tidaklah bijak jika kita hanya memberikan opini-opini provokatif yang hanya menambah kebingungan masyarakat awam. Seharusnya kita berbangga ada penemuan anak bangsa yg telah mendunia. Jikalaupun masih ada celah seperti alat beliau yang harus melalui uji secara invivo dan invitro yang ternyata belum bisa beliau penuhi, maka sebaiknya kita mendukung beliau agar tetap teguh dengan karyanya. Apalagi kita sebagai generasi muda, jika saat ini saja banyak terjadi pembunuhan karakter terhadap inventor2 bangsa , lantas bagaimana dengan generasi penerus?