Selasa, 02 Februari 2016

Islam dan Globalisasi

Menarik sekali ketika dengan tidak sengaja saya menemukan jurnal yang ditulis oleh Ronnald Lukens-Bull, Ph.D dari Universitas North Florida. Judul asli dari jurnal tersebut adalah “Islamization as Part of Globalization: Some Southest Asian Examples”.  Intinya, Islam dalam kaitannya dengan globalisasi bukanlah sebuah objek melainkan subjek. Artinya, islam berperan penting dalam proses globalisasi jauh sebelum dicetusnya istilah globalisasi itu sendiri. Berikut saya uraikan resume dari jurnal ini.
Istilah globalisasi diartikan sebagai proses terintegrasinya sistem kapitalis dengan sistem lokal yang umumnya melibatkan sistem perdagangan dan investasi. Hal ini tentunya mempengaruhi aspek kehidupan manusia, seperti teknologi, ekonomi, politik, budaya, dan agama. Banyak para ahli mendefinisikan globalisasi sebagai pengaruh sistem dunia barat. Hal ini juga diaminkan oleh orang-orang Asia terutama Indonesia sendiri bahwa globalisasi adalah mengikuti trend Barat.
Definisi-definisi yang mengidentikkan globalisasi dengan dunia barat, menurut Bull itu adalah suatu kesalahan dan sangat penting untuk dikoreksi. Pasalnya, Islam telah memulai proses ini sejak zaman Khalifah ketika ajaran Islam ingin disebarkan di luar Arab. Penyebaran Islam tak hanya murni idealism tetapi juga disertai dengan perdagangan, pembangunaan kerajaan, dan penyebaran wilayah penaklukan. Bahkan Bull juga menjelaskan bahwa Muslim sangat aktif berkiprah pada proses globalisasi. Kiprah Muslim  tidak bergantung dari pola pergerakan dunia Barat. Namun sayangnya, tak jarang orang-orang Barat (Eropa dan Amerika) menilai Islam sebagai symbol teror, kerusakan dan hal-hal negatif lainnya.
Westernisasi dan modernisasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian dari globalisasi. Proses ini hadir sejak terjadinya kolonialisme beberapa negara Eropa di Negara-negara Asia. Bahkan disebutkan bahwa kolonialisasi adalah embrio dari globalisasi. Misi penyebaran ajaran Islam dikaitkan dengan kolonialisasi sehingga Islam akhirnya tersebar di Peninsula, Afrika, Eropa, kemudian Asia.
Dalam model Appadurai, globalisasi Islam melalui 5 tahap. Pertama adalah migrasi (Ethnoscapes) yaitu melalui pelajar Indonesia atau Muslim lainnya yang menempuh studi lanjut di Negara-negara Barat dan proses menunaikan ibadah haji di Mekah. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetehuan, terjadi interakasi antara mahasiswa dengan dosen sehingga sama-sama memberikan pengaruh. Bukan hanya sekedar diskusi tentang bidang yang diperdalam, tetapi juga terjadi perkenalan budaya. Tentunya sebagai mahasiswa muslim dari Indonesia (sebagai contoh) secara tidak langsung akan menjelaskan tentang Islam.
Kedua adalah teknologi (Technoscapes). Lain halnya dengan proses ibadah ke tanah suci. Dalam jurnal tersebut dijelaskan betapa teknologi dan social media mempengaruhi perkembangan fasilitas dan sistem komunikasi demi kenyamanan jama’ah haji.
Ketiga keuangan (financescapes). Proses ini hadir sejak terjadinya kolonialisasi. Bull mengatakan bahwa, jika kita mempelajari sejarah dengan hati-hati, kita akan melihat globalisasi Islam sudah berjalan ketika kolonialisasi Eropa bahkan menjadi katalis bagi kolonialisasi Barat.  Sebagai contoh, Isabella dan Ferndinand ingin menemukan rute lain ke Indinia dan Cina dengan tujuan untuk jual beli hasil bumi dengan maksud sebenarnya adalah untuk mengatahui rute ke Negara-negara Asia. Maka dari muslim yang telah mencapai Eropalah kedua orang tersebut mendapatkan informasi mengenai rute-rute yang ingin diketahui. Yang termasuk kategori keuangan dalam era modern ini adalah ekonomi syariah. Bank-bank syari’ah yang awalnya berasal dari Saudi Arabia kemudian diikuti oleh Negara-negara Asia yang penduduk muslimnya bukan minoritas, tentunya Indonesia. Hingga tahun 2004, bank syari’ah mulai beroperasi di Britania Raya (inggris). Di Australia pun, bank Syari’ah terus berkembang. Bahkan di Amerika Timur, sistem syariah diterapkan bukan hanya bank syari’ah tetapi juga bebrapa industry, real estate, medical clinic, dll.
Keempat ajaran (ideoscapes). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pembangunan pesantren di Indonesia dan Negara-negara mayoritas Islam lainnya.

Dan yang terakhir adalah media. Globalisasi islam juga terekam melalui film-film documenter yang dikemas melalui DVD, CD, TV dan lain sebagainya. Tak lupa pula Upin Ipin berkontribusi dalam penyebaran agama Islam. Melalui film ini, yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia, khalayak menjadi tahu bahwa di dalam Islam tidak ada perbedaan dalam ras dan warna kulit. Hal ini terlihat dari teman-teman Upin Ipin yaitu Jarjit dari India dan Mei Mei keturunan China. Serial ini sudah dapat ditonton melalui saluran Disney Chanel Asia line-up.