Menarik sekali ketika dengan tidak
sengaja saya menemukan jurnal yang ditulis oleh Ronnald Lukens-Bull, Ph.D dari Universitas
North Florida. Judul asli dari jurnal tersebut adalah “Islamization as Part of
Globalization: Some Southest Asian Examples”. Intinya, Islam dalam kaitannya dengan
globalisasi bukanlah sebuah objek melainkan subjek. Artinya, islam berperan
penting dalam proses globalisasi jauh sebelum dicetusnya istilah globalisasi
itu sendiri. Berikut saya uraikan resume dari jurnal ini.
Istilah globalisasi diartikan
sebagai proses terintegrasinya sistem kapitalis dengan sistem lokal yang
umumnya melibatkan sistem perdagangan dan investasi. Hal ini tentunya
mempengaruhi aspek kehidupan manusia, seperti teknologi, ekonomi, politik,
budaya, dan agama. Banyak para ahli mendefinisikan globalisasi sebagai pengaruh
sistem dunia barat. Hal ini juga diaminkan oleh orang-orang Asia terutama
Indonesia sendiri bahwa globalisasi adalah mengikuti trend Barat.
Definisi-definisi yang
mengidentikkan globalisasi dengan dunia barat, menurut Bull itu adalah suatu
kesalahan dan sangat penting untuk dikoreksi. Pasalnya, Islam telah memulai
proses ini sejak zaman Khalifah ketika ajaran Islam ingin disebarkan di luar
Arab. Penyebaran Islam tak hanya murni idealism tetapi juga disertai dengan perdagangan,
pembangunaan kerajaan, dan penyebaran wilayah penaklukan. Bahkan Bull juga
menjelaskan bahwa Muslim sangat aktif berkiprah pada proses globalisasi. Kiprah
Muslim tidak bergantung dari pola pergerakan
dunia Barat. Namun sayangnya, tak jarang orang-orang Barat (Eropa dan Amerika)
menilai Islam sebagai symbol teror, kerusakan dan hal-hal negatif lainnya.
Westernisasi dan modernisasi
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian dari
globalisasi. Proses ini hadir sejak terjadinya kolonialisme beberapa negara Eropa
di Negara-negara Asia. Bahkan disebutkan bahwa kolonialisasi adalah embrio dari
globalisasi. Misi penyebaran ajaran Islam dikaitkan dengan kolonialisasi
sehingga Islam akhirnya tersebar di Peninsula, Afrika, Eropa, kemudian Asia.
Dalam model Appadurai,
globalisasi Islam melalui 5 tahap. Pertama adalah migrasi (Ethnoscapes) yaitu
melalui pelajar Indonesia atau Muslim lainnya yang menempuh studi lanjut di Negara-negara
Barat dan proses menunaikan ibadah haji di Mekah. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetehuan, terjadi interakasi antara mahasiswa dengan dosen sehingga
sama-sama memberikan pengaruh. Bukan hanya sekedar diskusi tentang bidang yang
diperdalam, tetapi juga terjadi perkenalan budaya. Tentunya sebagai mahasiswa
muslim dari Indonesia (sebagai contoh) secara tidak langsung akan menjelaskan
tentang Islam.
Kedua adalah teknologi
(Technoscapes). Lain halnya dengan proses ibadah ke tanah suci. Dalam jurnal
tersebut dijelaskan betapa teknologi dan social media mempengaruhi perkembangan
fasilitas dan sistem komunikasi demi kenyamanan jama’ah haji.
Ketiga keuangan
(financescapes). Proses ini hadir sejak terjadinya kolonialisasi. Bull
mengatakan bahwa, jika kita mempelajari sejarah dengan hati-hati, kita akan
melihat globalisasi Islam sudah berjalan ketika kolonialisasi Eropa bahkan menjadi
katalis bagi kolonialisasi Barat. Sebagai
contoh, Isabella dan Ferndinand ingin menemukan rute lain ke Indinia dan Cina
dengan tujuan untuk jual beli hasil bumi dengan maksud sebenarnya adalah untuk
mengatahui rute ke Negara-negara Asia. Maka dari muslim yang telah mencapai
Eropalah kedua orang tersebut mendapatkan informasi mengenai rute-rute yang
ingin diketahui. Yang termasuk kategori keuangan dalam era modern ini adalah
ekonomi syariah. Bank-bank syari’ah yang awalnya berasal dari Saudi Arabia
kemudian diikuti oleh Negara-negara Asia yang penduduk muslimnya bukan
minoritas, tentunya Indonesia. Hingga tahun 2004, bank syari’ah mulai beroperasi
di Britania Raya (inggris). Di Australia pun, bank Syari’ah terus berkembang. Bahkan
di Amerika Timur, sistem syariah diterapkan bukan hanya bank syari’ah tetapi
juga bebrapa industry, real estate, medical clinic, dll.
Keempat ajaran (ideoscapes). Hal
ini dibuktikan dengan banyaknya pembangunan pesantren di Indonesia dan Negara-negara
mayoritas Islam lainnya.
Dan yang terakhir adalah
media. Globalisasi islam juga terekam melalui film-film documenter yang dikemas
melalui DVD, CD, TV dan lain sebagainya. Tak lupa pula Upin Ipin berkontribusi
dalam penyebaran agama Islam. Melalui film ini, yang sangat digemari oleh
masyarakat Indonesia, khalayak menjadi tahu bahwa di dalam Islam tidak ada
perbedaan dalam ras dan warna kulit. Hal ini terlihat dari teman-teman Upin Ipin
yaitu Jarjit dari India dan Mei Mei keturunan China. Serial ini sudah dapat
ditonton melalui saluran Disney Chanel Asia line-up.